Mengenal Laksamana Cheng Ho – Penjelajah Muslim dari Tiongkok



1. Biografi


Cheng Ho adalah seorang kasim Muslim yang menjadi orang kepercayaan Kaisar Yongle dari Tiongkok (berkuasa tahun 1403-1424), kaisar ketiga dari Dinasti Ming. Nama aslinya adalah Ma He, juga dikenal dengan sebutan Ma Sanbao (馬 三保)/Sam Po Bo , berasal dari provinsi Yunnan. Ketika pasukan Ming menaklukkan Yunnan, Cheng Hoditangkap dan kemudian dijadikan orang kasim. Ia adalah seorang bersuku Hui, suku bangsa yang secara fisik mirip dengan suku Han, namun beragama Islam.
Cheng Ho berlayar ke Malaka pada abad ke-15.
Pada tahun 1424, kaisar Yongle wafat. Penggantinya, Kaisar Hongxi (berkuasa tahun 1424-1425, memutuskan untuk mengurangi pengaruh kasim di lingkungan kerajaan. Cheng Ho melakukan satu ekspedisi lagi pada masa kekuasaan Kaisar Xuande (berkuasa 1426-1435).

2. Penjelajahan
Cheng Ho melakukan ekspedisi ke berbagai daerah di Asia dan Afrika, antara lain:
  • Vietnam
  • Taiwan
  • Malaka / bagian dari Malaysia
  • PalembangSumatra/ bagian dari Indonesia
  • Jawa / bagian dari Indonesia
  • Sri Lanka
  • India bagian Selatan
  • Persia
  • Teluk Persia
  • Arab
  • Laut Merah, ke utara hingga Mesir
  • Afrika, ke selatan hingga Selat Mozambik

3. Riwayat Hidup

Sekitar tahun 1930-an, sejarah kehebatan seorang laksamana laut asal Tiongkok pada abad ke-15 mulai terkuak. Adalah batu prasasti di sebuah kota di Provinsi Fujian, Cina yang bersaksi dan mengisahkan jejak perjalanan dan petualangan seorang pelaut andal dan tangguh bernama Cheng Ho atau Zheng He.
Catatan perjalanan dan penjelajahan yang luar biasa hebatnya itu tak hanya memiliki arti penting bagi bangsa Cina. Jejak hidup Laksamana Cheng Ho juga begitu berarti bagi umat Islam dan bangsa Indonesia. Seperti halnya, petualang hebat dari Maroko, Ibnu Battuta, Cheng Ho pernah singgah di Nusantara dalam ekspedisinya.
Matt Rosenberg, seorang ahli geografi terkemuka dunia mengungkapkan, ekspedisi laut yang dipimpin Cheng Ho telah dilakukan 87 tahun sebelum penjelajah kebanggaan Barat, Christopher Columbus, mengarungi luasnya samudera biru. Tak hanya itu, ekspedisi arung samudera yang dilakukan Cheng Ho juga jauh lebih awal dari penjelajah asal Portugis, Vasco da Gama dan petualang asal Spanyol, Ferdinand Magellan.
Petualangan antarbenua yang dipimpin Cheng Ho selama 28 tahun (1405 M -1433 M) itu berlangsung dalam tujuh kali pelayaran. Menurut Rosenberg, tak kurang dari 30 negara di benua Asia dan Afrika disinggahi Cheng Ho. Jarak tempuh ekspedisi yang dipimpin Cheng Ho beserta pengikutnya mencapai 35 ribu mil.
Dalam batu prasasti yang ditemukan di Provinsi Fujian itu, Cheng Ho mengatakan bahwa dirinya diperintahkan kaisar Dinasti Ming untuk berlayar mengarungi samudera menuju negara-negara di luar horizon. Dalam ekspedisinya mengelilingi benua Afrika dan Asia itu, Cheng Ho mengerahkan armada raksasa dengan puluhan kapal besar dan kapal kecil serta puluhan ribu awak.
Pada ekspedisi pertama, ia mengerahkan 62 kapal besar dan belasan kapal kecil yang digerakkan 27.800 ribu awak. Pada pelayaran ketiga, Cheng Ho menurunkan kapal besar sebanyak 48 buah dengan 27 ribu awak. Sedangkan pada pelayaran ketujuh, tak kurang dari 61 kapal besar dikerahkan dengan awaknya mencapai 27.550 orang. Padahal, ekspedisi yang dilakukan Columbus saat menemukan benua Amerika hanya mengerahkan tiga kapal dengan awak mencapai 88 orang.
Sebuah ekspedisi yang benar-benar dahsyat. Dalam setiap ekspedisi itu, secara khusus Cheng Ho menumpangi ‘kapal pusaka’. Sebuah kapal terbesar pada abad ke-15 M. Betapa tidak, panjangnya saja mencapai 138 meter dan lebarnya sekitar 56 meter. Ukuran kapal yang digunakan Cheng Ho untuk menjelajah samudera itu lima kali lebih besar dibanding kapal Columbus.
Menurut sejarawan, JV Mills kapasitas `kapal pusaka’ itu mencapai 2.500 ton. Pencapaian gemilang Cheng Ho melalui ekspedisi lautnya pada abad ke-15 M menunjukkan betapa peradaban Cina telah memiliki kapal-kapal besar serta kemampuan navigasi untuk menjelajahi dunia. Anehnya, keberhasilan yang dicapai Cheng Ho itu tak diikuti dengan ekspedisi berikutnya.
”Cheng Ho terlahir sekitar tahun 1371 M di Provinsi Yunan sebelah baratdaya Cina,” ungkap Rosenberg. Nama kecilnya adalan Ma Ho. Dia tumbuh dan dibesarkan dalam sebuah keluarga Muslim. Apalagi, sang ayah pernah menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci, Makkah. Menurut Rosenberg, nama keluarga Ma digunakan oleh keluarga Muslim di Tiongkok merujuk pada Muhammad.
Ketika berusia 10 tahun (1381 M), Ma Ho kecil dan anak-anak yang lain ditangkap tentara Cina yang menginvasi wilayah Yunan. Pada usia 13 tahun, dia dan tahanan muda lainnya dijadikan pelayan rumah tangga Pangeran Zhu Di – anak keempat kaisar Cina. Namun, Ma Ho menjadi pelayan khusus Pangeran Zhu Di.
Pergaulannya dengan pangeran, membuat Ma Ho menjadi pemuda yang tangguh. Dia jago berdiplomasi serta menguasai seni berperang. Tak heran, bila dia kemudian diangkat menjadi pegawai khusus pangeran. Nama Ma Ho juga diganti oleh Pangeran Zhu Di menjadi Cheng Ho. Alasannya, kuda-kuda milik abdi (kasim) kaisar terbunuh dalam pertempuran di luar Istana yang dinamakan Zhenglunba.
“Cheng Ho juga dikenal sebagai San Bao yang berarti `tiga mutiara’,” papar Rosenberg. Cheng Ho yang memiliki tinggi badan sekitar tujuh kaki, posisinya kian menguat ketika Zhu Di diangkat menjadi kaisar pada 1402. Cheng Ho pun lalu didaulat menjadi laksamana dan diperintahkan untuk melakukan ekspedisi. Cheng Ho, merupakan abdi istana pertama yang memiliki pososi yang tinggi dalam militer Cina.
Ekspedisi pertama Cheng Ho dilakukan pada tahun 1405 M – 1407 M. Sebelum memulai ekspedisinya, rombongan besar itu menunaikan shalat terlebih dulu di sebuah masjid tua di kota Quanzhou (Provinsi Fujian). Pelayaran pertama ini mampu mencapai Caliut, barat daya India dan sampai di wilayah Asia Tenggara: Semenanjung Malaya, Sumatera, Jawa, Vietnam, Srilangka. Di setiap persinggahan armada itu melakukan transaksi dengan cara barter.
Tahun 1407 M – 1409 M ekspedisi kedua kembali dilakukan, namun Cheng Ho tak ikut memimpin ekspedisi ini, dia tetap di Cina merenovasi masjid di kampung halamannya. Ekspedisi ketiga digelar pada 1409 M – 1411 M menjangkau India dan Srilanka. Tahun 1413 M – 1415 M kembali melaksanakan ekspedisi, kali ini mencapai Aden, Teluk Persia, dan Mogadishu (Afrika Timur). Jalur ini diulang kembali pada ekspedisi kelima (1417M – 1419 M) dan keenam (1421 M – 1422 M). Ekspedisi terakhir (1431 M- 1433 M) berhasil mencapai Laut Merah.
Ekspedisi luar biasa itu tercatat dan terekam dalam buku Zheng He’s Navigation Map yang mampu mengubah peta navigasi dunia sampai abad ke-15. Dalam buku ini terdapat 24 peta navigasi mengenai arah pelayaran, jarak di lautan, dan berbagai pelabuhan. Jalur perdagangan Cina berubah, tidak sekadar bertumpu pada ‘Jalur Sutera’ antara Beijing-Bukhara.
Tak ada penaklukan dalam ekspedisi itu. Sejarawan Jeanette Mirsky menyatakan, ekspedisi bertujuan untuk memperkenalkan dan mengangkat nama besar Dinasti Ming ke seluruh dunia. Kaisar Zhu Di berharap dengan ekspedisi itu, negara-negara lain mengakui kebesaran Kaisar Cina sebagai The Son of Heaven (Putra Dewata. Tindakan militer hanya diterapkan ketika armada yang dipimpinnya menghadapi para perompak di laut. Cheng Ho tutup usia di Caliut, India ketika hendak pulang dari ekspedisi ketujuh pada 1433 M. Namun, ada pula yang menyatakan dia meninggal setelah sampai di Cina pada 1435. Setiap tahun ekspedisinya selalu dikenang. 
4. Masih Keturunan Nabi Muhammad SAW
Pelaut dan penjelajah Negeri Tiongkok, Laksamana Cheng Ho, ternyata merupakan keturunan ke-37 Nabi Muhammad SAW. Pendapat ini diungkapkan oleh beberapa sarjana, antara lain Li Shihou dari Tiongkok dan Usman Effendy dari Indonesia. 

Usman Effendy menulis dalam buku berjudul 'Laksamana Haji Cheng Ho Berlayar ke Indonesia sebagai Niagawan dan Mubaligh,' pada sub judul 'Keturunan ke-37 Nabi Muhammad SAW,' sebagai berikut:

"Ahli sejarah itu bernama Prof Haji Lie Shihou, yang dalam literaturnya menemukan bukti bahwa moyang yang ke 11 (sebelas) dari Cheng Ho adalah utusan (duta besar) negeri Bokhari (Arab Saudi) yang bernama Sayidina Syafii, dan Syafii ini adalah keturunan Rasulullah SAW. Dengan demikian Sayidina Syafii adalah cucu ke-26 dari Nabi Muhammad SAW," tulis Usman.

Buku ini diterbitkan oleh Angkatan Bersenjata pada 18 Juli 1987 dan dikutip kembali oleh Kong Yuanzhi dalam buku berjudul 'Muslim Tinghoa Cheng Ho, Misteri Perjalanan Muhibah di Nusantara' yang diterbitkan oleh Pustaka Populer Obor.

Usman Effendy mengutip pendapat Lie Shihou dalam bukunya yang bertajuk 'Bukti-bukti Baru dari Mukadimah Silsilah Marga Cheng dan Silsilah Sayid Ajall'. Shihou berpendapat bahwa Cheng Ho adalah keturunan Nabi Muhammad SAW. Bila Nabi Muhammad adalah angkatan pertama, maka Cheng Ho merupakan angkatan ke - 37. 

Shihou berargumen bahwa dalam Mukadimah Silsilah Marga Cheng, tercatat bahwa Suo-Fei-Er/ Sayidina Syafii adalah Kaisar Kerajaan Bokhari. Pada tahun Xi Ning ke-3 Dinasti Song (1070 M), Sayidina Syafii menyerahkan diri kepada Kaisar Song Tiongkok akibat negerinya diserang oleh negara tetangganya. 

"Dan Sayidina Syafii beserta keturunannya dianugerahi Kaisar Tiongkok jabatan tinggi berkat jasa-jasanya. Ternyata Cheng Ho adalah keturunan dari Sayidina Syafii," tulis Shihou.

"Dari mukadimah Silsilah marga Cheng dapat kita ketahui keturunan Sayidina Syafii sebagai berikut: Sayidina Syafii --> Sa-Yan/Sai Yan --> Su-Zu-Zha/Su-Sha-Lu-Gu-Cong-Yue --> Kan-Ma-Ding --> Ma-Ha-Mu --> Sayid Ajall/Sayidina Syamsuddin (yang dianugerahi sebagai Raja Han Yang) --> Na-Su-La-Ding --> Bai-Yan-Mi-Li-Jin/Ma Haji --> Ma San --> Bao/Ma He/Chen Ho," tambah Shihou dalam bukunya 'Bukti-Bukti Baru dari Mukadimah Silsilah Marga Cheng dan Silsilah Sayid Ajall'.

Dari silsilah marga Cheng dan Silsilah Sayyid Ajall, dapat disimpulkan dengan bagan sebagai berikut:

Angkatan 1: Muhammad,
2: Ali,
3: Hou-Sai-Ni
4: Yi-Bu-Lai-Xi-Mo
5: Yi-Si-Ma-Ai-le
6: Xie-Xin
7: E-Le-Hou-Sai-Ni
8: Ye-Ha-Ya
9: E-Ha-Mo-De
10: Li-Sha-Shi (Kaisar Kerajaan Mi-Si-Le)
11: She-Li-Ma
12: Mu-Lu-Ye-Mi
13: Ya-Xin
14: Lu-Er-Ding
15: Mu-Ba-er-Sha
16: Yi-Si-Ma-Xin
17: Ha-San
18: Gu-Bu-Ding
19: Mu-Xie
20: Hu-Fu-Ding
21: Wu-Ma-Nai-Ding
22: Wu-Ma-Er
23: Cha-Fa-Er
24: Zhe-Ma-Nai-Ding
25: An-Du-Er-Yi
26: Suo-Fei-Er/ Sayidina Syafii
27: Sai-Yan-Su-Lai-Gong-Na
28: Su-Sha-Lu-Gu-Chong Yue/ Su-Zu-Sha
29: Kan-Ma-Ding-Yu-Su-Pu
30: Ma-Ha-Mu-Ke-Ma-Nai-Ding
31: Sai-Dian-Chi/ Sayid Ajall/ sayidina Syamsuddin
32: Na-Su-La-Ding
33: Bai-Yan
34: Mi-Di-Na/ Haji
35: Mi-Li-Jin/ Ma Haji
36: Ma He/ Cheng Ho

Kebanyakan nama moyang Cheng Ho yang terdapat di Mukadimah itu asalnya dari bahasa Arab Persia. Maka bentuk tulisan yang dipakai seperti Su-Zu-Sha atau Kan-Ma-Ding merupakan terjemahan bahasa Mandarin menurut bunyi aslinya, kecuali nama Sayid Ajall yang diturunkan dari keterangan bahasa Inggris, dan nama Sayidina Syamsudin yang diturunkan dari Usman Effendy.
Artikel Terkait
Terimakasih Sobat telah membaca artikel Blog Postingan Positif di atas tentang :
Dengan Judul: Mengenal Laksamana Cheng Ho – Penjelajah Muslim dari Tiongkok
Rating: 100%
Ditulis Oleh Bang Fadhil
Semoga informasi mengenai Mengenal Laksamana Cheng Ho – Penjelajah Muslim dari Tiongkok bisa memberikan manfaat bagi Sobat. Jangan lupa Komentar Anda dan Share Artikel ini sangat dibutuhkan, di bawah ini.
Comments
0 Comments

Post a Comment